Apakah hujan itu anugerah?

Apakah hujan itu Anugerah?

Bumi melimpahkan segala rahmatnya, dari sudut-sudut kota hingga seluk beluk pohon rindang.  Angin begitu kencang dan badai membawa rintikan hujan  membuat Ami begitu kedinginan. Jarum jam terus berdetik, hingga Ami kelihatan makin panik. Bagaimana tidak, tidak biasa baginya untuk pulang selambat ini dari kampus. Jam menunjukkan pukul 05.00 sore, sedang hujan belum reda juga. Kampus begitu sangat sepi dan tidak tampak lagi ada orang di sana.

“sepertinya aku akan kemalaman disini jika tidak menempuh hujan ini, tapi bagaimana aku berhujan-hujan pulang, laptopku akan basah, sedangkan aku tidak ada payung”. Gumamnya.

Sepertinya Ami hendak mencari sejenis kantong plastik disekitarnya, di lantai pertama telah di cari di seluruh ruangan hingga laci meja kelas, tapi ruangan terlihat bersioh, tak ada satupun ada ditemukannya.

“ jika ku tunggu juga sampai reda hujan ini, maka larut malam aku akan pulang, ini gara-gara menyelesaikan tugas yang numpuk, aduuuh” Ami semakin panik
Dia terus mencari sampai ke lantai dua, tapi hasilnya sia-sia, di ruangan lantai dua paling ujung itu adalah ruangan dosen. Ami agak segan, tapi kali ini dia harus memberanikan diri, sebab tidak ada jalan lain, tidak mungkin rasanya dia meninggalkan laptopnya ditempat yang tidak aman.

Tok….tok..tok..(Ami mengetuk pintu luar)
Ami disuruh masuk, selangkah kakinya masuk ternyata ada senior yang sedang bimbingan dengan dosen itu.

“yahhh dia lagi,,,” jengkel ami.

“kenapa,?” sahutnya.

“Aku gk berurusan denganmu!”
membelakangi ikhwan yang sering mengganggu ami di kampus

“Buk! Ada payung gak buk,? hujan lebat sekali di luar, sedang diriku bawa laptopku, takutnya basah nanti buk,” Tanya ami

“Belum pulang juga ya Ami? Maaf ni Ami, ibu gak punya payung, kalau tidak dititip saja laptopnya disini, biar ibuk simpan di lemari ibuk,!” ucap buk sarah

“ooh iya gak apa buk, terimakasih buk, biar aku bawa aja laptopku buk, ada tugas juga di rumah yang harus di ketik,! Assalamualaikum,” pamit Ami keluar

Kini pikiran Ami makin risau, kemana kaki akan dilangkahkan di tengah hujan lebat guyur berturunan. Kini Ami duduk di sudut teras gedung, sambil menunggu berharap hujan segera reda. Tak lama kemudian, datang mobil mewah di depannya. Keluar sopir dari dalam mobil membawa payung.

“ wah, yang di tunggu akhirnya datang,” sambil berdiri menghampiri bapak sopir
Ternyata di belakang Ami sudah turun buk sarah, pak sopir hanya menjemput buk sarah, bukan dirinya, berharapa setelah buk sarah naik mobil akan dipinjamkan payung tadi rupanya buk sarah tidak sepeka yang dia kira. Kini, Ami harus menunggu lagi, menunggu hujan berhenti menangisi bumi.

Sekejap muncul seorang mendehem dehemmm di belakangnya.

“Belum pulang juga, kasian gak ada yang jemput ya?” sapa Rauf

Ikhwan yang selalu membuatnya jengkel itu, yang sudah lama berjumpa tapi tidak tau nama, kini datang lagi mengganggunya, tentu Ami sangat kesal dengan kehadirannya. Ami hanya diam membisu tanpa sedikitpun memandang ikhwan itu.

Rauf memasang mantelnya. Melihat Ami memalingkan wajah, dia tau Ami masih sangat jengkel, tapi kali ini Rauf ingin mengantarkan Ami pulang. Berharap sebagai permintamaafannya kepada Ami.

“Mi,” ujar Rauf mengejutkan

Dari mana tu orang tau namaku, kenalan juga gak pernah, trus tumben kali memanggil dengan lembut gitu’,  Pikiran ami ntah kemana-mana

“Apa,?” jawab Ami dengan wajah tidak senang

“cemberut amat, mau pulang gak? Aku anterin, kebetulan ada mantel satu lagi ni,” ujar rauf mengulurkan mantel ke depan Ami

‘Eh ngapain orang ini baik segala, atau jangan-jangan dia ada niat buruk padaku ya? Pikir Ami

“Gak,” jawab Ami singkat padat

“Yakin gak mau? Sebentar lagi hari malam loh, di sini banyak juga hantunya juga loh, kemaren aja ada temanmu itu yang kemasukan kan,?” ucap Rauf merayu

Wajah ami sudah nampak ketakutan dan matanya kearah mana-mana seperti memperhatikan ada hantu di sampingnya

Ohh iya ya, aduh… pokoknya aku harus pulang aja, stop su’uzon Ami, kamu gak boleh gini, apapun yang terjadi nanti biar Allah yang jaga diriku, pikir Ami

“Ya deh,” sambil mengambil mantel uluran Rauf

Tapi sayang uluran itu di permainkan bayu kembali, melarikan mantel ke belakang badannya.

“tapi tadi gak mau, ya sudah biar aku pulang aja sendiri,” ujar Rauf

Rauf melangkah kearah motornya, sambil menyimpan mantel tadi. Selangkah baru kaki Rauf melangkah

“Tunggu, aku mau pulang diantarkan Abang!,” Ucap Ami nada lembut

Mendengar itu tersentuh hati Rauf, lansung membalikkan badan dan menatap mata Ami, Ami terkejut lalu menundukkan matanya
“Apa,? Ulangi,!!!” ujar Rauf

“iya, aku mau di antar Abang pulang,” nada Ami makin lembut

Sepertinya permainan Rauf mulai lagi

“gak kedengaran suara kamu kecil sekali volumenya, masak suaramu dikalahkan suara hujan,”

“iya, aku mau di antar Abang pulang,” nada Ami makin keras dengan mata masih menunduk

“begitu dong dari tadi, gak malu-malu kucing juga,”

Lagian, Rauf juga tidak bakal tega meninggalkan seorang gadis sendirian disana tidak ada orang. Rauf mengeluarkan mantelnya tadi dan memasangkan ke Ami, eh Ami ingin menolak, tapi kali ini dia diam saja karena dia sedang memegang laptop, tidak bisa juga memasangkan sendiri.

“Dah siapkanlah memasangkannya,”ucap Rauf

“Pegangkan Tasku,” ucap Ami jengkel

Setelah semua siap, Rauf naik ke motornya dan Ami bocengan di belakangnya, baru kali ini dia boncengan dengan seorang ikhwan dibawah hujan berguyuran tiada hentinya. Awalnya Ami merasa tacit tapi akhirnya merasa nyaman saja. Setelah kejadian itu, Sikap rauf di kampus berubah, tidak lagi sejengkel sebelumnya, walaupun masih ada sikapnya yang bikin kesal, tapi lebih ke melindungi perubahannya.

#ditulis oleh: Nofa Al Badr
19 Februari 2020


Komentar

Postingan Populer